Secara umum, penggunaan lahan di Kota Mataram masih menunjukkan pola yang masih relatif seimbang antara kawasan terbangun dan kawasan non terbangun, Kawasan terbangun didominasi oleh kawasan permukiman sementara kawasan non terbangun didominasi oleh lahan semak, tegalan dan tanah kosong. Perkembangan lahan terbangun secara spasial banyak terjadi di wilayah tengah Kota dan menunjukkan arah penyebarana ke wilayah pinggiran (spawrl).
Beberapa kawasan menunjukkan intensitas pemanfaatan ruang yang tinggi seperti perkembangan guna lahan yang padat terjadi di wilayah tengah terutama di kawsaan Kota lama Ampenan, Mataram, dan sela parang. Kepadatan kawasan permukiman di wilayah ini memicu tumbuhnya kawasan-kawasan pendukung seperti kawasan perdagangan, jasa dan komersial lainnya. Kepadatan pemrlukiman yang tinggi mengakibatkan munculnaya kawasan-kawasan kumuh dan tidak teratur di beberapa lokasi.
Beberapa permasalahan terkait lingkungan hunian di Kota Mataram antara lain meliputi :
- Tingkat keteraturan bangunan masih cukup rendah karena faktor bangunan tidak terakses lansung dan menghadap ke jalan lingkungan dengan lebar min.1,5 m atau sebesar 50,97%
- Masih banyak hunian masyarakat berada di atas sempadan sungai dan tidak menghadap ke sungai
- 9,82 % masyarakat tinggal di hunian yang tidak layak atau belum memenuhi standar teknis karena faktor ekonomi dan SDM
- 23,33 % masyarakat masih tinggal di hunian dengan luas ≤ 7,2 m2/orang, kondisi ini dipicu oleh; 1. keterbatasan lahan, 2. ketersedian rumah untuk masyarakat, 3. Banyak hunian di huni lebih dari 1 – 2 KK/hunian
- 35,72% permukaan jalan lingkungan belum di perkeras dan belum memenuhi kelayakan standar teknis, dengan lebar jalan kurang dari atau sama dengan 1,5 m
Sesuai arahan RTRW Kota Mataram 2011-2031, pengembangan kawasan perumahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a, dilakukan untuk memenuhi kebutuhan ruang bermukim masyarakat kota, meliputi kawasan perumahan berkepadatan tinggi, kawasan perumahan berkepadatan sedang, dan kawasan perumahan berkepadatan rendah. Rencana pengembangan kawasan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
- pengembangan kegiatan permukiman berkepadatan tinggi pada sekitar kawasan pusat kota;
- pengembangan kegiatan permukiman dengan kepadatan sedang dan rendah pada kawasan pinggiran kota;
- pengembangan Kawasan Siap Bangun (Kasiba) dan Lahan Siap Bangun (Lisiba) pada kawasan yang belum terbangun beserta prasarana pendukungnya seperti jalan lingkungan, energi dan ketenagalistrikan, telekomunikasi, penyediaan air minum, drainase, persampahan, dan pengelolaan air limbah;
- kegiatan perdagangan dan jasa serta pelayanan umum yang ada di kawasan perumahan harus dibatasi untuk skala pelayanan lingkungan;
- kegiatan perdagangan dan jasa serta pelayanan umum yang ada di kawasan perumahan harus menyediakan lahan parkir setidaknya sama dengan luas bangunan yang digunakan untuk kegiatannya; dan
- merelokasi kampung nelayan di Kelurahan Bintaro, Kelurahan Ampenan Tengah, Kelurahan Banjar, Kelurahan Ampenan Selatan, Kelurahan Tanjung Karang Permai, Kelurahan Tanjung Karang, dan Kelurahan Jempong Baru